Tripartit 3 Kementerian Dalam Manajemen Tata Kelola Panen Air di Pedesaan

By Admin

nusakini.com--Langkah pemerintah yang tengah fokus pada capaian kedaulatan pangan bakal diganjal oleh pengelolaan air yang belum digarap sempurna. Perlu adanya sinergitas kementerian yang telah ditunjuk Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan masalah infrastruktur ketersediaan air tersebut. 

Hal itu terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) ke IX yang diselenggarakan Kementerian Pertanian di Hotel Royal Bogor. FGD yang dilakukan selama dua hari dari tanggal 28-29 November 2017 itu menghadirkan pembicara penting dari berbagai bidang, mulai dari kalangan akademisi, teknisi, sampai pemerintah dan bahkan petani. 

Rencana pemerintah yang dituangkan dalam nawacita untuk mencapai kedaulatan pangan memerlukan infrstruktur yang memadai. Salah satu hal yang terpentingnya adalah soal kepastian ketersediaan air sebagai elemen utama mengelola lahan petanian. 

"Faktor terpenting pencapaian kedaulatan pangan adalah ketersediaan air untuk pertanian yang keberadaannya tidak mungkin untuk disubstitusi oleh input apapun juga," sebagaimana bunyi hasil FGD yang baru-baru ini diselenggarakan di Bogor. 

Pemerintah serius dengan target tersebut. Ikhtiar itu misalnya, terlihat dari keinginan pemerintah untuk membangun embung dan bangunan tata air lainnya sebagai infrastruktur irigasinya. 

Tiga kementerian bahkan ditunjuk untuk mengkordinasikannya yaitu dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat. 

Menurutnya, Indonesia punya potensi pengembangan infrastruktur panen air bagi lahan tidur seluas 4 juta hektar. Jumlah tersebut terdiri dari embung untuk 750 ribu hektar, dam parit untuk 600 ribu hektar, longstorage untuk 91 ribu hektar, pompanisasi bagi 2 juta hektar lebih dan sumur dangkal untuk seluas 24 ribu hektar. 

Dengan potensi itu, diperlukan kerja sama lintas kementerian agar dikelola secara optimal. 

"Perlu mencari peluang optimalisasi pemanfaatan infrastruktur panen air yang telah dibangun oleh kementerian PUPR seperti bendungan, dam dan lainnya serta merealisasikan implementasi nya sebagai panen air untuk tujuan kedaulatan pangan," imbuhnya. 

Untuk mengembangkan teknik panen air itu, perlu juga memperhatikan aspek lain terutama lingkungan dan kearifan lokal. Konkritnya, perlu membuat dasar teknis untuk melaksanakan pengerjaan infrastruktur panen air. 

"Segera bersinergi menyusun SOP kelembagaan pengelolaan air sebagai tambahan bahan panduan dalam petunjuk teknis Infrastruktur panen air," imbuhnya. 

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrstruktur Ani Andayani berharap, FGD ini bisa menghasilkan produk seperti petunjuk pengelolaan embung sebagai " soft-case" nya melengkapi petunjuk teknis mengenai pembangunannya di lapangan sebagai "hard-case" nya yang telah ada. 

"Harapannya, dengan dua panduan itu maka para pendamping desa dan tenaga ahli infrastruktur kabupaten yang telah dibentuk oleh Kemendesa, PDT dan Transmigrasi akan lebih mantap dalam implementasinya di lapangan," ungkap Ani Andayani. 

Dalam FGD itu pula, pembahasan model dua jenis embung yaitu embung dengan kearifan lokal seperti yang banyak ditemui di Lombok Timur NTB dan embung modern dengan luasan 10.000 m2 di Kulonprogo yang telah menggunakan geo-membrane, diharapkan dapat diturunkan dalam referensi dalam petunjuk optimalisasi fungsi embung khususnya kepada para pendamping desa. 

Perumusan outline itu akan dikerjakan tripartit " Kementerian dan lembaga yakni Kementan, Kemendesa, PDT dan Transmigrasi dan KemenPUPR. 

"Kemudian di FGD juga telah dirumuskanlah outline petunjuk optimalisasi fungsi embung yang akan didetailkan lagi bersama tim kecil "tripartit" K/L terutama bagi 100 desa sasaran prioritas di wilayah RI," pungkasnya.(p/ab)